•05.15
AGAR NIKMAT MEMBACA AL-QURAN |
Bagi seorang Muslim, Al-Quran bagaikan cahaya di tengah kegelapan malam. Ia menjadi petunjuk yang senantiasa dinantikan kedatangannya. Karena itu, merugilah orang yang tidak mengenal Al-Quran, padahal ia mengetahui kebenaran dan keagungannya.
Sebaliknya, beruntung orang yang kenal dengan Al-Quran dan berusaha menjaga hubungannya tersebut agar tetap langgeng. Betapa tidak, kebahagiaan, ketenangan dan kedamaian hidup akan senantiasa mengikutinya ke mana pun ia pergi. Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,"Kepada kaum yang suka berjamaah di masjid-masjid, mengajarkan Al-Quran secara bergiliran dan mengajarkannya terhadap sesama, akan turunlah kepadanya ketenangan dan ketentraman, akan terlimpah kepadanya rahmat dan mereka pun akan dijaga oleh malaikat, juga Allah akan senantiasa mengingat mereka."
Di akhirat pun mereka akan dimuliakan bersama para utusan Allah. Disabdakan,"Orang yang gemar membaca Al-Quran, lagi pula ia mahir, kelak akan mendapat tempat dalam surga bersama dengan rasul-rasym yang mulia lagi baik, dan orang yang membaca Al-Quran, namun tidak mahir, membacanya tertegun-tegun dan berat lidahnya (belum lancar), maka ia akan mendapatkan dua pahala" (HR bukhari Muslim dari 'Aisyah RA).
tak heran jika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam "menganjurkan" kita untuk "iri" kepada orang yang hidupnya selalu berinteraksi dengan Al-Quran. Beliau bersabda,"Ada dua golongan manusia yang sungguh-sungguh orang iri kepadanya, yaitu orang yang diberi oleh Allah kitab suci Al-Quran ini, dan dibacanya siang malam; dan orang yang dianugerahi kekayaan harta, siang dan malam kekayaan itu digunakannya untuk segala sesuatu yang diridhai Allah" (HR Bukhari Muslim).
Tatkala kita membaca Al_Quran dengan kesungguhan, maka saat itulah kita "terhubung" dengan Allah. Karena Al-Qur'an adalah tali Allah yang terjulur dari langit ke bumi. Jika membaca saja sudah demikian mulia, apa lagi menghapal, mentadaburi maknanya, serta mengamalkannya isinya dalam kehidupan sehari-hari.
Itulah sebabnya para sahabat menjadikan Al-Quran sebagai kecintaan. Mereka berlomba-lomba membaca, mempelajari dan mengamalkan kandungan Al-Quran. Dalam hal membaca misalnya, ada yang mengkhatamkan Al-Quran dalam sehari semalam, bahkan ada yang khatam dua kali dalam sehari semalam. Dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menyuruh Abdullah bin Umar agar mengkhatamkan Al-Quran seminggu sekali. Begitu pula para sahabat seperti Ustman bin 'Affan, Zaid bin tsabit, Ibnu Mas'ud dan Ubay bin Ka'ab, telah menjadi wiridnya untuk mengkhatamkan Al-Quran pada setiap hari jumat.
Bagaimana agar kita senantiasa rindu, merasa tidak enak, jika sehari saja tidak berinteraksi dengan Al-Quran. Dengan kata lain, bagaimana kita bisa istiqamah berinteraksi dengan Al-Quran.
Pertama, kita harus memasuki sebuah lingkungan yang didalamnya terdapat budaya saling mengingatkan, saling menasihati, saling memberikan masukan dalam membaca dan menelaah Al-Quran. Ketika kita memasuki lingkungan yang didalamnya saling nasihat menasihati, saling memantau, maka semangat kita untuk berinteraksi dengan Al-Quran akan senantiasa terjaga.
Kedua, libatkan unsur fisik, akal, dan hati. Al-Quran adalah pembimbing bagi jasad, akal, dan qalbu. Karena itu, saat kita membaca Al-Quran, qalbu senantiasa menyakini bahwa yang saya baca adalah firman Dzat Yang MahaTinggi. Akal senantiasa bekerja untuk menghubungkan apa yang kita baca dengan perilaku keseharian. Jasad pun diupayakan langsung bereaksi dengan mengaplikasikan apa yang dibaca dalam kehidupan.
Ketiga, bila kita belum mampu memahami kalimat-kalimat dalam Al-Quran, paling tidak kita harus menanamkan keyakinan dalam diri bahwa apa yang kita baca ini mengandung perintah dan larangan. Sejauh mana kita melaksanakan perintahnya tersebut, serta sejauh mana kita menjauhi larangannya. Kita pun bisa merenungkan peringatan-peringatan yang ada dalam Al-Quran lalu menghubungkannya dengan aneka macam godaan di dunia. Al-Quran juga mengandung kabar gembira berupa kenikmatan yang abadi. Kita bisa menghubungkannya dengan kenikmatan-kenikmatan hidup yang ada sekarang ini, sehingga kita tak tergiur dengan kenikmatan sesaat di dunia, dan melupakan kenikmatan yang abadi di akhirat kelak
Ini adalah salah satu jalan agar kita bisa menjiwai Al-Qur'an. Sekiranya belum tercapai, maka yakinilah bahwa kita sedang terkena musibah besar. Jika kita merasa terkena musibah besar, maka kita akan berusaha keluar dari musibah tersebut. Bukankah manusia itu senang hidup bahagia dan takut sengsara dan bencana?
|
0 komentar: