Jangan Remehkan Hal Yang Dianggap Kecil
“Dan kamu menganggapnya yang ringan saja, padahal di sisi Allah adalah besar.” (An-Nur 150 ).
Sebagai ilustrasi dari firman Allah SWT di atas, kita angkat pengalaman dari Sir Edmund Hillary,penakluk pertama Mount Everest, puncak tertinggi dunia di pegunungan Himalaya. Satu waktu ia ditanya wartawan mengenai pengalaman yang ditakutinya dalam penjelajahan tersebut. Ia menjawab , “Saya tidak takut pada binatang buas, jurang yang curam dan dalam, atau bongkahan es raksasa.” Tanya wartawan lagi, “Lalu apa yang Anda takuti?” Dijawab oleh Hillary, ” Sebutir pasir yang terselip di sela-sela jari kaki saya.”Sang wartawan pun menanyakan apa maksud perkataannya itu.
” Sebutir pasir yang masuk di sela-sela kaki sering sekali menjadi awal malapetaka. Ia bisa masuk ke kulit atau menyelusup lewat kuku. Lama-lama jari kaki terkena infeksi, lalu membusuk. Tanpa sadar, kaki pun tak bisa digerakkan. Itulah malapetaka bagi seorang penjelajah sebab dia harus ditandu.” Dalam bagian lain, Hillary mengatakan bahwa menghadapi jurang yang dalam dan ganasnya medan, bagi seorang penjelajah lazimnya sudah punya persiapan memadai. Tetapi jika menghadapi sebutir pasir yang akan masuk ke jari kaki, seorang penjelajah tak mempersiapkannya. Dia cenderung mengabaikannya.
Kilah seorang ulama, ” Orang bijak, selalu mengambil hikmah dari setiap peristiwa.” Meminjam ungkapan tersebut, maka dari apa yang dinyatakan Hillary, minimal satu hikmah yang dapat kita petik. Dari kaca mata agama, orang yang mengabaikan dosa-dosa kecil, dalam hatinya sering menganggap, ” Ah hal itu kan hanya dosa kecil.” Karena itu banyak orang yang kebablasan melakukan dosa-dosa kecil sehingga lambat laun jadi kebiasaan. Kalau sudah jadi kebiasaan, dosa kecil itu pun akan berubah jadi dosa besar yang sangat membahayakan dirinya dan masyarakat. Melihat kemungkinan potensi kerusakan besar yang akan tercipta dari dosa – dosa kecil itulah, Nabi Muhammad SAW mewanti-wanti agar umatnya tidak mengabaikan dosa-dosa kecil seraya tidak melupakan amal baik kendati kecil juga. Bukankah dalam kisah sufi, untuk sikap yang terakhir ini, ada seorang pelacur yang masuk surga hanya karena memberi minum anjing yang kehausan. Perbuatan yang cenderung dinilai sangat kecil itu, ternyata di mata Allah punya nilai sangat besar karena faktor keikhlasannya.
Ada kisah menarik.Ketika hendak menjenguk orang sakit, khalifah Umar bin Khattab menyewa kuda tunggangan. Di tengah perjalanan, Umar dan ajudannya istirahat sebentar dibawah pohon. Sorbannya digantungkan pada ranting kayu itu. Ketika beranjak pergi Umar lupa mengambil sorbannya. Baru setelah agak jauh , seseorang memberi tahu bahwa sorbannya tertinggal. Umar turun dari kudanya dan berkata kepada pembantunya ” Tolong jaga kuda ini. Aku mau mengambil sorbanku di ranting pohon tadi ”
Sekembalinya Umar, ajudannya bertanya, “Wahai Amirul Mukminin, mengapa Anda pergi tidak naik kuda ini atau menyuruhku saja.” Umar pun menjawab, “Sorban ini milikku dan kamu bukan orang upahanku yang bisa kumanfaatkan seenakku. Dan kuda itu kusewa dengan kesepakatan hanya untuk pergi dari rumah ketempat yang kutuju. Jadi tidak termasuk untuk mengambil sorban ini.”
Mendengar ungkapan Umar ini, ajudannya berkata, ” Ya Amirul Mukminin, itu kan sangat remeh bagi kuda ini dan aku kira juga bagi pemiliknya. Sebab berjalan sedekat itu bagi seekor kuda bukanlah sesuatu yang berat dan diukur dengan uang sewaaan, bagi pemilik kuda, juga tidak bernilai banyak!” Mendengar komentar ajudannya, Umar berkata dengan nada keras , “Hai orang yang sesat dan disesatkan, tidakkah kamu mendengar firman Allah, “Dan kamu menganggapnya yang ringan saja, padahal di sisi Allah adalah besar.” ( An-Nur 150 ).
Usai beribadah haji, Ibrahim bin Adham membeli satu kilogram kurma dari pedagang tua di dekat Masjidil Haram. Setelah kurma ditimbang dan dibungkus, tokoh sufi ini melihat sebutir kurma tergeletak di dekat alat timbangan itu. Ia mengira kurma itu bagian dari yang ia beli, Ibrahim pun memungut kurma itu dan memakannya. Empat bulan kemudian, ia tiba di masjid Al Aqsa. Seperti biasa, ia shalat dan berdoa khusyuk sekali dibawah kubah Sakhra. Namun, betapa terkejutnya, tatkala tiba-tiba ia mendengar percakapan dua malaikat tentang dirinya. Salah satu dari malaikat itu berkata, ” Doa Ibrahim bin Adham ditolak karena empat bulan lalu, ia memakan sebutir kurma yang bukan haknya.” Ibrahim terhenyak. Jadi, selama empat bulan ini, shalat, doa dan mungkin semua amalan Ibrahim tidak diterima Allah SWT lantaran dia memakan sebutir kurma yang bukan haknya. Karena resah, tanpa pikir panjang Ibrahim berangkat lagi ke Mekah menemui pedagang tua itu untuk meminta keikhlasannya. Alhamdulillah berhasil. Empat bulan kemudian, Ibrahim bin Adham kembali lagi ke masjid Al Aqsha. Ketika sedang berada dalam masjid itu , ia mendengar percakapan malaikat. Intinya, “Itulah Ibrahim bin Adham yang doanya sekarang sudah makbul karena sudah meminta halal kepada pemilik kurma yang telah dimakannya itu.”
“Dan kamu menganggapnya yang ringan saja, padahal di sisi Allah adalah besar.” (An-Nur 150 ).
Sebagai ilustrasi dari firman Allah SWT di atas, kita angkat pengalaman dari Sir Edmund Hillary,penakluk pertama Mount Everest, puncak tertinggi dunia di pegunungan Himalaya. Satu waktu ia ditanya wartawan mengenai pengalaman yang ditakutinya dalam penjelajahan tersebut. Ia menjawab , “Saya tidak takut pada binatang buas, jurang yang curam dan dalam, atau bongkahan es raksasa.” Tanya wartawan lagi, “Lalu apa yang Anda takuti?” Dijawab oleh Hillary, ” Sebutir pasir yang terselip di sela-sela jari kaki saya.”Sang wartawan pun menanyakan apa maksud perkataannya itu.
” Sebutir pasir yang masuk di sela-sela kaki sering sekali menjadi awal malapetaka. Ia bisa masuk ke kulit atau menyelusup lewat kuku. Lama-lama jari kaki terkena infeksi, lalu membusuk. Tanpa sadar, kaki pun tak bisa digerakkan. Itulah malapetaka bagi seorang penjelajah sebab dia harus ditandu.” Dalam bagian lain, Hillary mengatakan bahwa menghadapi jurang yang dalam dan ganasnya medan, bagi seorang penjelajah lazimnya sudah punya persiapan memadai. Tetapi jika menghadapi sebutir pasir yang akan masuk ke jari kaki, seorang penjelajah tak mempersiapkannya. Dia cenderung mengabaikannya.
Kilah seorang ulama, ” Orang bijak, selalu mengambil hikmah dari setiap peristiwa.” Meminjam ungkapan tersebut, maka dari apa yang dinyatakan Hillary, minimal satu hikmah yang dapat kita petik. Dari kaca mata agama, orang yang mengabaikan dosa-dosa kecil, dalam hatinya sering menganggap, ” Ah hal itu kan hanya dosa kecil.” Karena itu banyak orang yang kebablasan melakukan dosa-dosa kecil sehingga lambat laun jadi kebiasaan. Kalau sudah jadi kebiasaan, dosa kecil itu pun akan berubah jadi dosa besar yang sangat membahayakan dirinya dan masyarakat. Melihat kemungkinan potensi kerusakan besar yang akan tercipta dari dosa – dosa kecil itulah, Nabi Muhammad SAW mewanti-wanti agar umatnya tidak mengabaikan dosa-dosa kecil seraya tidak melupakan amal baik kendati kecil juga. Bukankah dalam kisah sufi, untuk sikap yang terakhir ini, ada seorang pelacur yang masuk surga hanya karena memberi minum anjing yang kehausan. Perbuatan yang cenderung dinilai sangat kecil itu, ternyata di mata Allah punya nilai sangat besar karena faktor keikhlasannya.
Ada kisah menarik.Ketika hendak menjenguk orang sakit, khalifah Umar bin Khattab menyewa kuda tunggangan. Di tengah perjalanan, Umar dan ajudannya istirahat sebentar dibawah pohon. Sorbannya digantungkan pada ranting kayu itu. Ketika beranjak pergi Umar lupa mengambil sorbannya. Baru setelah agak jauh , seseorang memberi tahu bahwa sorbannya tertinggal. Umar turun dari kudanya dan berkata kepada pembantunya ” Tolong jaga kuda ini. Aku mau mengambil sorbanku di ranting pohon tadi ”
Sekembalinya Umar, ajudannya bertanya, “Wahai Amirul Mukminin, mengapa Anda pergi tidak naik kuda ini atau menyuruhku saja.” Umar pun menjawab, “Sorban ini milikku dan kamu bukan orang upahanku yang bisa kumanfaatkan seenakku. Dan kuda itu kusewa dengan kesepakatan hanya untuk pergi dari rumah ketempat yang kutuju. Jadi tidak termasuk untuk mengambil sorban ini.”
Mendengar ungkapan Umar ini, ajudannya berkata, ” Ya Amirul Mukminin, itu kan sangat remeh bagi kuda ini dan aku kira juga bagi pemiliknya. Sebab berjalan sedekat itu bagi seekor kuda bukanlah sesuatu yang berat dan diukur dengan uang sewaaan, bagi pemilik kuda, juga tidak bernilai banyak!” Mendengar komentar ajudannya, Umar berkata dengan nada keras , “Hai orang yang sesat dan disesatkan, tidakkah kamu mendengar firman Allah, “Dan kamu menganggapnya yang ringan saja, padahal di sisi Allah adalah besar.” ( An-Nur 150 ).
Usai beribadah haji, Ibrahim bin Adham membeli satu kilogram kurma dari pedagang tua di dekat Masjidil Haram. Setelah kurma ditimbang dan dibungkus, tokoh sufi ini melihat sebutir kurma tergeletak di dekat alat timbangan itu. Ia mengira kurma itu bagian dari yang ia beli, Ibrahim pun memungut kurma itu dan memakannya. Empat bulan kemudian, ia tiba di masjid Al Aqsa. Seperti biasa, ia shalat dan berdoa khusyuk sekali dibawah kubah Sakhra. Namun, betapa terkejutnya, tatkala tiba-tiba ia mendengar percakapan dua malaikat tentang dirinya. Salah satu dari malaikat itu berkata, ” Doa Ibrahim bin Adham ditolak karena empat bulan lalu, ia memakan sebutir kurma yang bukan haknya.” Ibrahim terhenyak. Jadi, selama empat bulan ini, shalat, doa dan mungkin semua amalan Ibrahim tidak diterima Allah SWT lantaran dia memakan sebutir kurma yang bukan haknya. Karena resah, tanpa pikir panjang Ibrahim berangkat lagi ke Mekah menemui pedagang tua itu untuk meminta keikhlasannya. Alhamdulillah berhasil. Empat bulan kemudian, Ibrahim bin Adham kembali lagi ke masjid Al Aqsha. Ketika sedang berada dalam masjid itu , ia mendengar percakapan malaikat. Intinya, “Itulah Ibrahim bin Adham yang doanya sekarang sudah makbul karena sudah meminta halal kepada pemilik kurma yang telah dimakannya itu.”
0 komentar: