•07.47
WASIAT UNTUK ANAKKU SAYANG
Setelah memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT dan Shalawat kepada Rasul-Nya, keluarganya yang suci serta Sahabatnya yang baik, ketahuilah wahai anakku, bahwa kesehatanku kian hari kian berkurang, sedang waktu terus berlalu, kematian kian mendekat, membuat aku sadar untuk membekali kalian dengan pengalaman mengenai pasang surut kehidupan, mengenai kenyatan hidup dan kehidupan mendatang.
Oleh karena itu, aku memutuskan untuk meluangkan waktu lebih banyak dalam mempersiapkan kamu demi hari depanmu. Ini bukan harapan pribadi, nasehatku adalah tulus untuk membuatmu melihat dunia ini sebagaimana kenyataan arti hidup yang telah kualami. Inilah yang membuatku menuliskan nasehat ini untukmu.
Anakku sayang engkau bagian dari tubuh dan jiwaku. Pada saat kau sedang terlelap tidur aku acap kali memandangmu, dan aku merasa seakan aku memandang pada diriku sendiri. Jika suatu bencana menimpamu, aku merasa itu terjadi pada diriku, kesedihanmu adalah kesedihanku. Kematianmu membuatku merasakan sebagai kematianku.
Bagaimanapun sayangku padamu, tetap suatu saat kita akan berpisah dengan adanya jemputan malaikat maut. Sungguh anaku, berat nian kelak perpisahan ini, namun yakinlah bila engkau turuti nasehatku ini, akan berkumpul kita nak, ditempat terakhir kita, dan tidak akan berpisah lagi, kita berkumpul sekeluarga dengan kemesraan yang sangat menyenangkan. Kita akan tersenyum polos seperti senyummu dahulu di kala bayi. Senyum polosmu itu menyelinap dalam hati kami, membuat kala itu kami bahagia.
Anakku sayang, berusahalah untuk memahami nasehatku ini, renungkanlah dalam-dalam, jangan mengabaikannya. Aku menyadari bahwa aku telah semakin tua dan merasa semakin lemah. Sebelum kematian menjemputku sebagaimana kekuatan tubuhku melemah, ingin kusampaikan kepadamu nasehatku ini, sebelum kehendak nafsu yang tak terkendali menyeret dirimu aku tak ingin meninggalkan dirimu dalam keadaan tak terkendali dan tanpa pegangan.
Jiwa seorang anak bagaikan tanah kosong yang menerima dan menumbuhkan apa saja yang ditanam. Oleh karena itu, aku gunakan kesempatan ini untuk mendidik dan melatihmu anakku sebelum pikiranmu kehilangan kesegaran, sebelum hatimu keras dan beku, sebelum engkau dihadapkan pada aneka permasalahan hidup dan agar engkau tidak dituntut dipengadilan manapun.
Nasehatku yang pertama dan terutama untukmu, anakku, bertaqwalah kepada Allah SWT. Jadilah hamba Allah yang taat. Jaga pikiranmu kepada-Nya selalu.
Setelah memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT dan Shalawat kepada Rasul-Nya, keluarganya yang suci serta Sahabatnya yang baik, ketahuilah wahai anakku, bahwa kesehatanku kian hari kian berkurang, sedang waktu terus berlalu, kematian kian mendekat, membuat aku sadar untuk membekali kalian dengan pengalaman mengenai pasang surut kehidupan, mengenai kenyatan hidup dan kehidupan mendatang.
Oleh karena itu, aku memutuskan untuk meluangkan waktu lebih banyak dalam mempersiapkan kamu demi hari depanmu. Ini bukan harapan pribadi, nasehatku adalah tulus untuk membuatmu melihat dunia ini sebagaimana kenyataan arti hidup yang telah kualami. Inilah yang membuatku menuliskan nasehat ini untukmu.
Anakku sayang engkau bagian dari tubuh dan jiwaku. Pada saat kau sedang terlelap tidur aku acap kali memandangmu, dan aku merasa seakan aku memandang pada diriku sendiri. Jika suatu bencana menimpamu, aku merasa itu terjadi pada diriku, kesedihanmu adalah kesedihanku. Kematianmu membuatku merasakan sebagai kematianku.
Bagaimanapun sayangku padamu, tetap suatu saat kita akan berpisah dengan adanya jemputan malaikat maut. Sungguh anaku, berat nian kelak perpisahan ini, namun yakinlah bila engkau turuti nasehatku ini, akan berkumpul kita nak, ditempat terakhir kita, dan tidak akan berpisah lagi, kita berkumpul sekeluarga dengan kemesraan yang sangat menyenangkan. Kita akan tersenyum polos seperti senyummu dahulu di kala bayi. Senyum polosmu itu menyelinap dalam hati kami, membuat kala itu kami bahagia.
Anakku sayang, berusahalah untuk memahami nasehatku ini, renungkanlah dalam-dalam, jangan mengabaikannya. Aku menyadari bahwa aku telah semakin tua dan merasa semakin lemah. Sebelum kematian menjemputku sebagaimana kekuatan tubuhku melemah, ingin kusampaikan kepadamu nasehatku ini, sebelum kehendak nafsu yang tak terkendali menyeret dirimu aku tak ingin meninggalkan dirimu dalam keadaan tak terkendali dan tanpa pegangan.
Jiwa seorang anak bagaikan tanah kosong yang menerima dan menumbuhkan apa saja yang ditanam. Oleh karena itu, aku gunakan kesempatan ini untuk mendidik dan melatihmu anakku sebelum pikiranmu kehilangan kesegaran, sebelum hatimu keras dan beku, sebelum engkau dihadapkan pada aneka permasalahan hidup dan agar engkau tidak dituntut dipengadilan manapun.
Nasehatku yang pertama dan terutama untukmu, anakku, bertaqwalah kepada Allah SWT. Jadilah hamba Allah yang taat. Jaga pikiranmu kepada-Nya selalu.
0 komentar: